Subscribe Twitter

Jumat, 20 Mei 2011

Dialog dengan Tukang Siomay

Kesempatan untuk sekolah dan kuliah bisa menjadi faktor yang merubah hidup, setidaknya untuk mendarat di pekerjaan yang lebih baik. Hal ini tidak dialami oleh saudara kita, tukang siomay di depan alfamart. Ketika lulus SMP, orang tuanya tidak mampu lagi membiayai sekolahnya. Alhasil, pendidikannya berhenti.

Namanya Andi, sehari-hari bekerja menjaga stand siomay di depan alfamart yang merupakan salah satu cabang Siomay Endi. Saya mengenalnya karena saya pernah berdialog dengannya sewaktu menunggu hujan reda di alfamart. Saya bersama teman saya, sebut saja melati.

"Asalnya dari mana mbak?"

"Dari Jawa Tengah, Jepara. Kalo mas dari mana?"

"Dari Purwokerto."

"Kok bisa sampe sini gimana ceritanya?"

"Saya sebenarnya dari purbalingga mbak. Iya dikasih tau temen."

Curhat colongan terjadi. Andi menyampaikan, betapa nestapa hidupnya.

"Kalian enak ya bisa kuliah. Saya tiap hari disini. Mulai dari jam tujuh harus sudah buka tokonya. Siap-siapnya mulai dari jam 6. Jam 9 atau lebih baru pulang. Belum beres-beresnya sampai jam 11. Kalau ada cucian baju harus nyuci dulu."

Kesempatan untuk sekolah juga membuat kita berbeda dalam kualitas berpikir. Melati yang bercerita kepada saya. Dia sedang menunggu saya di depan alfamart untuk makan malam bersama saya. Dia mendengar andi bertanya kepada seorang mahasiswa.

"Mbak gimana caranya nyebar brosur ini ya?"

"Mas berdiri di depan pintu alfamart, terus dibagiin ke orang-orang yang lewat."

Lalu Andi pun melakukannya sesuai saran tersebut. Dia tidak melihat peluang untuk menyelesaikan masalahnya saat itu seperti halnya dia tidak melihat sisi positif pekerjaannya saat ini.

Pekerjaan Andi sebelumnya sebenarnya lebih baik. Dia bekerja di bengkel di Purbalingga dan merupakan tangan emas bosnya. Dia dipercaya sebagai mekanik, menghandle uang, dan gudang. Sayang sekali, akhirnya dipecat karena pacarnya. Untuk urusan cinta pun nestapa.

"Mas sudah pernah mengurusi bengkel, sudah tau sistemnya, punya banyak kenalan di purbalingga. Pernah nggak kepikiran buat bengkel sendiri?"

"Modalnya besar mbak. Saingannya juga banyak. Di satu jalan aja bisa ada 5 bengkel."

"Ya mungkin dari kenalan mas mau diajak kerja sama, kasih modal."

"Apa yang mau saya jadikan jaminan, mbak. Orang tua saya nggak punya apa-apa"

"Kalo orang pinjam kan yang penting uangnya dibalikin mas." *ngeles (dalam hati bingung juga, hehehe)

Sekian

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bener bgd,,
saya juga pernah dapat curcolan bapak2 penjual nasgor namanya pak sodikin (asli tegal)..

pak dikin -> mas, enak ya kuliah, ora mikiri duit, duit tinggal njukut nang ATM, dikirimi wong tua..
ora kaya nyong, anake wong kere..

saya -> (tetep nejadi pendengar yg baik, sambil mikir)...

pak dikin -> wong tuane kere, anake ya kere...

saya -> (dalam hati saya mengelus dada, bukan karena nasibnya,, tapi karena jalan pikiranya yg sempit. Belum berani menasehati orang tua, dan hanya bisa tersenyum saja)..



Sebenarnya, bukan sekolah atau kuliah yg membuat seseorang kaya,, tapi memang benar sekolah memberikan kedewasaan dan kematangan berpikir seseorang. itulah perbedaan orang yg sekolah dan tak sekolah.
Coba banyangkan, sebagai anak dia menyesali dilahirkan dari orang tua miskin,, dan yang bisa dia lakukan hanya mengeluh.. Lalu, bagaimana dengan anaknya kelak? mungkin anaknya dewasa kelak akan mengatakan yg seperti dia sesali tadi.

Andai saja, mereka tidak menjauhi yang namanya "BUKU".

tyaceria mengatakan...

nice share.. :)

seandainya qta yg sekolah bisa berbuat banyak buat mereka.

semoga sukses

Posting Komentar