Subscribe Twitter

Kamis, 23 Desember 2010

Menjadi Penurut


Suatu ketika dalam suatu wawancara ada yang pernah memuji bahwa saya adalah seorang yang penurut. Tetapi dalam hati, saya menolak dan tidak ingin disebut seperti itu. Karena sebelumnya, ada pula yang marah ketika saya menjadi penurut. Saya bertanya-tanya seperti apa orang yang baik? Mengapa menjadi penurut bukanlah hal yang baik?

Orang yang baik adalah orang yang memiliki pendirian, bisa menyatakan pendapatnya dan bertanggung jawab pada hal yang dikerjakannya. (duh teori banget)

Terima kasih pada kedua orang tua saya yang selalu bersikap demokratis dan membiarkan saya memilih sendiri yang terbaik bagi masa depan saya. Seperti pada saat masa kelulusan SMP, beliau membiarkan saya memilih sekolah yang saya kehendaki. Berhubung saya sangat jenuh saat sekolah di SMP, saya tidak ingin melanjutkan sekolah di SMA. Akhirnya saya memilih SMK Telkom Sandhy Putra yang letaknya sangat jauh dari rumah, di Purwokerto, ternyata beliau tetap mendukung. Terima kasih ayah. Terima kasih ibu.

Sedikit bacaan dikutip dari : Hati - hati dengan si Pendiam, Penurut, dan Pasrah

Anak menjadi penurut, diperintah apa saja tidak menolak, disuruh apa saja melakukan, diminta bantuannya selalu saja mau tentu sangat baik, apalagi jika itu dilakukannya sebagai tanda bakti pada orangtua. Penurut di sini mencerminkan perkembangan moral dan kedewasaannya sudah berkembang dan semakin matang, “Ayahku selalu minta tolong padaku karena dia percaya sama aku. Aku senang bisa menolong orangtua,” misalnya.

Namun, apa jadinya jika sikap penurut itu berkembang dari ketidakmandirian atau ketidakmampuan menyatakan pendiriannya, kondisinya, atau prioritasnya. Mungkin saja, di masa dewasanya ia akan mengembangkan sikap “yes sir” dan “yes mam” atau asal bapak senang meski apa yang disetujuinya bertentangan dengan hati nurani. Oleh karena itu, sikap penurut ini mesti diimbangi dengan kemampuan menyatakan yang sebenarnya.

Perintah yang baik dari orangtua memang mesti dituruti, tapi boleh saja anak mengajukan pendapatnya seperti, “Sebentar Bunda, kakak salat dulu ya,” atau “Bagaimana kalau aku les musik saja yang kurang dipelajari di sekolah. Kalau pelajaran, kan, cukup di sekolah saja,” misalnya.


0 komentar:

Posting Komentar